Sabtu, 10 November 2012

PARIS, ROSES, AND LOVE


Paris, Roses, and Love tiga kata yang melambangkan kasih sayang.
ngak tau juga sih kenapa tiga kata itu mempunyai hubungan yang sangat erat..satu sama lainnya itu punya arti yang berbeda tapi bisa melambangkan hal yang sama... ini yang dibilang UNIK....!!

Pariss itu, kota yang terkenal dengan menara EifFeL, katanya menara itu lah yang menjadikan kota paris sebagai kota yang romantis. banyak orang yang mengikrarkan janji suci dan cinta di sana..apalagi pemandangannya di saat malam hari, mungkin ngak akan terkalahkan dengan romantisnya kota-kota lainnya...

banyak hal sih yang membuat kota paris itu spesial, di antaranya nih ada musiknya yang klasik yang dibawakan pengamen" disekitar eiffel, ada juga kebiasaan memberi makan burung-burung, ada juga yang terkenal dengan istilah "GEMBOK CINTA" atau Pont de l'Archeveche dimana pasangan kekasih bisa mengukir namanya digembok disekitar jembatan Archbishop dan membuang kunci gemboknya ke sungai..katanya sih sebagai cinta yang ngak akan pernah terpisahkan.. trus di dukung sama bangunan dan tata kota yang indah apalagi saat malam hari...

nah kalo ROSES lebiih identik dengan kesucian dan cintaa...katanya rose yang lebih dikenal sebagai bunga mawar itu ratu dari semua bunga yang ada, dan roses juga melambangkan jiwa maskulin yang dapat menggairahkan jiwa feminisme..jadi wajar aja sih kalo cewek akan sangat senang jika cowoknya ngasih bunga mawar.
Tau ngak sih Roses itu punya banyak warna, n tiap warnanya itu memiliki ari yang berbeda..
ada Red Roses, ini yang paling banyak ditemuin dan melambangkan cinta sepasang kekasih..
ada juga White Roses, yang melambangkan kesucian dan penghargaan. mawar ini biasanya dapat diberikan dalam segala situasi..
Pink Roses, yang melambangkan rasa kekaguman dan dan simpati kita sama seseorang,,dan masih banyak lagi warna lainnya...intinya sih dari roses ini juga berhubungan dengan cinta dan kasih sayang..














dan kata yang terakhir.. LOVE
kata yang pastinya dimiliki oleh setiap orang, rasa yang mewakili hati setiap orang pada pasangannya..
begitu juga aku..



yang Bermimpi mengikrarkan janji cinta di kota tua PARIS, dengan satu tangkai ROSES merah, bersama orang yang ku sayangi.. 


Jumat, 09 November 2012

PERAWATAN APEXOGENESIS DENGAN BAHAN Ca(OH)2 PADA GIGI PERMANEN MUDA



PENDAHULUAN
Luka traumatik dan karies gigi merupakan tantangan terbesar pada keutuhan perkembangan gigi. Keduanya dapat menyebabkan pulpa mengalami kerusakan yang ireversibel, jaringan pulpa nekrosis, yang mengakibatkan terhentinya perkembangan akar yang normal. Perkembangan akar yang abnormal akan berpengaruh pada prognosis jangka panjang ketahanan gigi.5,6
Apeksogenesis adalah waktu histologis untuk menggambarkan kelanjutan perkembangan fisiologis dan pembentukan apeks akar. Perkembangan akar gigi permanen berlangsung ketika enamel dan dentin telah mencapai bagian sementoenamel junction, dan akan sempurna setelah 3 tahun masa pertumbuhan gigi.1,2.5
Adanya keadaan patologis pada gigi muda dengan pulpa vital yang perkembangannya belum sempurna merupakan kasus yang cukup jarang ditemui. Tetapi jika terdapat keadaan seperti ini, maka dibutuhkan beberapa bentuk tindakan endodontik agar perkembangan akar dapat berlanjut.5 Dibutuhkan pemeriksaan status pulpa dan derajat perkembangan gigi yang adekuat untuk menentukan prioritas rencana perawatan yang juga kondusif untuk retensi gigi dalam jangka panjang.1,5
Tujuan utama dari perawatan pulpa adalah untuk memelihara kesatuan dan kesehatan gigi dan jaringan pendukungnya. Hal ini merupakan tujuan perawatan untuk mempertahankan kevitalan pulpa yang terkena karies, traumatik injuri, atau kasus lainnya. Khusus pada gigi permanen muda, pulpa berhubungan dengan kelanjutan apeksogenensis. Retensi jangka panjang pada gigi permanen membutuhkan akar dengan mahkota yang baik/ rasio akar dan dinding dentin cukup tebal untuk mempertahankan fungsi normal.3,5
Beberapa bahan telah dianjurkan untuk merangsang pembentukan jaringan keras gigi. Salah satunya adalah kalsium hidroksida. Penelitian juga telah menunjukkan bahwa kalsium hidroksida dapat membentuk jembatan dentin ketika ditempatkan berkontak dengan jaringan pulpa.2,6
Dalam tulisan ini penulis akan mencoba menjelaskan tentang apeksogenesis, teknik perawatan apeksogenesis, dan penggunaan kalsium hidroksida dalam perawatan apeksogenesis.

APEKSOGENESIS
            Apeksogenesis merupakan salah satu perawatan pada gigi permanen muda dengan mempertahankan pulpa yang vital dan atau menyingkirkan pulpa yang terinflamasi reversibel dengan bertujuan agar pembentukan akar dan pematangan apeks dapat dilanjutkan. Perawatan apeksogenesis hampir sama dengan perawatan pulpotomi vital pada gigi sulung, namun apeksogenesis di indikasikan untuk gigi yang dalam masa pertumbuhan dengan foramen apical yang belum tertutup sempurna, adanya kerusakan pada pulpa koronal sedangkan pulpa radicularnya dalam keadaan sehat.2,5,6
            Namun juga terdapat kontraindikasi dalam perawatan apeksogenesis yaitu pada gigi yang mengalami avulsi dan replantasi atau sangat goyang, pada gigi yang fraktur mahkota dan akar yang berat sehingga dibutuhkannya pada intraradikuler, gigi dengan fraktur akar yang horizontal yang berada dekat dengan gingival, serta gigi karies yang tidak dapat ditumpat lagi.2,5

                                               
Gambar 1. Apeksogenesis pada gigi permanen muda, terlihat ujung akar yang terbuka ketika perawatan awal apexogenesis

            Ada beberapa tindakan yang termasuk kedalam apeksogenesis, diantaranya protective liner, indirect pulp treatment, direct pulp cap, partial pulpotomy for carious exposure, partial pulpotomy for traumatic exposures (Cvek pulpotomy).7
            Pada protective liner, diindikasi pada gigi dengan pulpa normal, ketika karies disingkirkan dan akan dilakukan pemasangan restorasi, bahan protective liner diletakkan pada daerah terdalam preparasi untuk meminimalkan injuri pada pulpa, mendukung penyembuhan jaringan, dan/atau meminimalkan sensitivitas pasca perawatan. Dengan tujuan untuk memelihara kevitalan gigi, mendukung penyembuhan jaringan, dan memfasilitasi pembentukan dentin tersier.7
            Untuk apeksogenesis dengan indirect pulp treatment dapat dilakukan dengan indikasi gigi permanen dengan diagnosa pulpa normal atau pulpitis tanpa keluhan atau dengan diagnosa pulpitis reversibel. Penegakan diagnosanya dilakukan dengan pemeriksaan radiografi dan pemeriksaan klinis dan prognosis gigi dapat sembuh dari gangguan karies. Tujuannya yaitu  restorasi akhir harus dapat menjaga bagian interna gigi termasuk dentin dari kontaminasi lingkungan oral. Kevitalan gigi harus dipertahankan. Tidak ada gambaran resorpsi interna atau eksterna atau perubahan patologis lainnya. Gigi dengan akar yang belum sempurna akan melanjutkan perkembangan akarnya dan apeksogenesis. Sedangkan direct pulp cap diindikasi pada gigi dengan lesi karies kecil atau terpapar karena tindakan mekanis dengan pulpa yang normal. Tujuannya agar vitalitas gigi dapat dipertahankan.7
            Pulpotomi parsial yang disebabkan oleh karies atau trauma, dapat diindikasi pada gigi permanen muda dengan karies pulpa terbuka dan perdarahan pulpa dapat dikontrol dalam beberapa menit setelah penyingkiran jaringan pulpa yang terinflamasi. Gigi harus vital dengan diagnosis pulpa normal atau pulpitis reversibel. Tujuan partial pulpotomy ini agar pulpa yang tertinggal diharapkan tetap vital setelah pulpotomi parsial. Seharusnya tidak ada tanda klinis yang merugikan atau keluhan seperti sensitif, sakit, atau pembengkakan. Tidak ada perubahan radiografis atau perubahan patologis lainnya. Dan proses apeksogenesis tidak akan terganggu.7
            Kerusakan pada gigi permanen muda lebih banyak disebabkan oleh karies yang luas dan fraktur akibat traumatik injuri. Pada keadaan ini, jaringan pulpa bagian koronal biasanya telah rusak dan tidak bisa dipertahankan lagi. Jaringan pulpa bagian koronal yang terinfeksi dan mengalami inflamasi ireversibel dibersihkan agar vitalitas pulpa radikular dapat dipertahankan, sehingga dapat terjadi apeksogenesis atau penutupan bagian apeks dan terbentuk jembatan dentin. Perawatan ini disebut dengan pulpotomi.2,3,7

BAHAN Ca(OH)2 DALAM PERAWATAN APEKSOGENESIS
Kalsium hidroksida adalah garam dasar putih, berkristal,mudah larut yang terpisah menjadi ion kalsium dan ion hidroksil dalam larutan dan kandungan alkali yang tinggi (pH 11). Bahan ini digunakan dalam bentuk  Setting dan Nonsetting pada kedokteran gigi. Codman ialah yang pertama menggunakan kalsium hidroksida karena sifat antimikrobanya dan kemampuannya merangsang pembentukan jaringan keras.6
Terdapat beberapa teori bagaimana kalsium hidroksida merangsang pembentukan jaringan keras. Termasuk kandungan alkali yang tinggi (pH 11), yang menghasilkan lingkungan menguntungkan untuk pengaktifan alkalin fosfatase, suatu enzim yang terlibat dalam mineralisasi.4,6 Ion kalsium mengurangi permeabilitas bentuk kapiler baru dalam jaringan yang diperbaiki, menurunkan jumlah cairan intersel dan meningkatkan konsentrasi ion kalsium yang diperoleh dari pasokan darah di awal mineralisasi. Hal ini dapat memiliki dua efek pada mineralisasi, dapat memberikan sumber ion kalsium untuk mineralisasi, dan dapat merangsang aktivitas kalsium pyrophosphatase, yang mengurangi tingkat ion pyrophosphatase penghambat mineralisasi dalam jaringan.1,6
Penelitian telah menunjukkan bahwa kalsium hidroksida membentuk jembatan dentin ketika ditempatkan berkontak dengan jaringan pulpa. Kalsium hidroksida harus berkontak dengan jaringan untuk terjadinya mineralisasi. Permulaannya, zona nekrotik dibentuk berbatasan dengan bahan, dan tergantung pada pH bahan kalsium hidroksida, jembatan dentin langsung dibentuk berlawanan dengan zona nekrotik atau zona nekrotik diresorbsi dan diganti dengan jembatan dentin. Pembatas ini tidak selalu sempurna. Ion kalsium dalam kalsium hidroksida tidak menjadi tergabung dalam bentuk jaringan keras.4,6
Perawatan kalsium hidroksi juga telah menunjukkan penurunan efek bakteri dihubungkan dengan lipopolisakarida (LPS). Hal ini dapat menghidrolisis lipid dari bakteri LPS dan dapat mengeliminasi kemampuan LPS menstimulasi produksi nekrosis tumor faktor alpha pada monosit darah perifer. Aksi ini menurunkan kemampuan bakteri merusak jaringan. Kemampuan untuk mencegah penetrasi bakteri ke dalam pulpa mempengaruhi pertahanan pulpa secara signifikan.6
Untuk efek antimikroba dari kalsium hidroksida berhubungan dengan kemampuan bahan membunuh bakteri yang ada dan mencegah bakteri masuk lagi dari rongga mulut ke dalam pulpa. Sifat antimikroba dari kalsium hidroksida berasal dari beberapa faktor. pH yang tinggi menghasilkan lingkungan yang tidak  baik untuk pertumbuhan bakteri. Ada tiga mekanisme kalsium hidroksida merangsang lisis bakteri, ion hidroksil menghancurkan phospholipids sehingga membran sel dihancurkan, adanya kadar alkali yang tinggi merusak ikatan ion sehingga protein bakteri dirubah, dan ion hidroksil bereaksi dengan DNA bakteri, menghambat replikasi.6
Kalsium hidroksida diindikasikan untuk gigi permanen anak-anak yang melibatkan pulpa dengan apeks akar yang belum terbentuk sempurna. Jika perawatan membutuhkan radiopaqsity, gigi permanen anterior pada anak dengan apeks terbuka lebar yang mengalami fraktur saat olahraga atau kecelakaan, atau gigi posterior dengan apeks terbuka yang juga memiliki pembukaan karies kecil yang asimtomatik, dapat digunakan kalsium hidroksida.2,3

TEKNIK PERAWATAN APEKSOGENESIS DENGAN BAHAN Ca(OH)2
            Pulpotomi konvensional pada gigi anterior dengan fraktur mahkota mengenai pulpa lebih dari 24 jam dan dalam keadaan apeks terbuka, dapat digolongkan ke dalam indikasi apeksogenesis. Sebelum melakukan perawatan apeksogenesis, terlebih dahulu harus dilakukan pemeriksaan radiografi untuk memastikan keadaan gigi baik secara fisiologis dan patologis sehingga dapat dilakukan perawatan.2,3
            Untuk gigi yang akan dilakukan perawatan apeksogenesis harus dilakukan anestesi lokal terlebih dahulu karena keadaan pulpa yang masih vital, lalu lakukan pemasangan isolator karet dan desinfektan pada area kerja dengan antiseptik. Buat arah masuk ke kamar pulpa dengan bur steril dengan pendingin air secara terus menerus, dimana semua atap pulpa dibuang tidak boleh ada dentin yang menggantung ataupun tanduk pulpa yang tertinggal.2,3
            Bagian koronal pulpa di ambil dengan ekskavator  yang besar, tajam, dan steril atau bisa juga dengan menggunakan kuret periodontal. Pengangkatan jaringan dilakukan pada jaringan pulpa yang lunak. Untuk gigi anterior dengan morfologi kamar pulpa yang kecil dan saluran akar yang tidak jelas, diperlukan suatu bur untuk mengangkat jaringan pulpa bagian mahkota. Dan sepertiga dari servikal harus diambil, usahakan sebanyak mungkin jaringan yang tertinggal dalam saluran akar untuk memungkinkan maturasi seluruh pulpa.2,3
            Setelah selesai pengangkatan jaringan pulpa, lakukan irigasi secara perlahan dengan air steril untuk membersihkan sisa dentin yang tertinggal, pendarahan yang terjadi dapat dikendalikan dengan meletakan kapas basah steril diatas potongan pulpa. Ketika pendarahan berhenti, kamar pulpa disterilkan.2,3
            Sediakan kalsium hidroksida dalam bentuk pasta yang dibuat dengan air atau pasta komersial yang terdiri dari kalsium hidroksida dan methyl cellulose (pulpdent) kemudian aplikasikan pada pulpa yang telah di amputasi. Padatkan dan tekan pada pulpa dengan menggunakan gulungan kapas steril. Dapat juga menggunakan kalsium hidroksida yang dalam bentuk pasta cepat mengeras (dycal).2,5
Pengisian dengan kalsium hidroksida pada pulpa paling tidak 1 sampai 2 mm, lalu aplikasikan suatu bahan dasar semen (seng-oksida-eugenol atau seng fosfat), lalu tutup dengan restorasi sementara atau restorasi akhir bisa dengan bahan resin komposit atau GIC.2,3

Gambar 2. Perawatan apeksogenesis dengan bahan Ca(OH)2, adanya karies pada daerah kamar pulpa dan akar yang belum sempurna.

Evaluasi dari hasil perawatan apeksogenesis dapat dilakukan melalui dua cara. Pertama, setelah dilakukan perawatan dan akar tertutup sempurna, pulpa vital tetap dapat terjaga dan pulpotomi dengan bahan Ca(OH)2 masih dapat dipertahankan dengan syarat pasien rajin melakukan kontrol secara berkala setiap 3 atau 6 bulan sekali. Kedua, jika setelah perawatan dan akar telah tertutup sempurna, maka pulpotomi dengan bahan Ca(OH)2 dapat dibongkar dan digantikan dengan teknik pulpektomi dengan bahan gutta perca.2,3

PEMBAHASAN
            Perawatan apeksogenesis termasuk dalam salah satu teknik perawatan pada gigi permanen muda yang bertujuan untuk mempertahankan vitalitas pulpa gigi dengan keadaan akar yang belum tertutup sempurna. Teknik perawatan apeksogenesis sama dengan perawatan pulpotomi vital pada gigi sulung, tetapi pada apeksogenesis disamping mempertahankan keadaan pulpa gigi yang vital, perawatan juga diharapkan dapat merangsang penutupan ujung foramen apical gigi.
            Diperlukan kerjasama antara dokter gigi dan orang tua selama perawatan untuk mencapai hasil perawatan yang baik. Karena evaluasi dari hasil perawatan yang baik itu tergantung pada kooperatif pasien dalam melakukan control berkala. Perawatan apeksogenesis dapat dikatakan berhasil jika infeksi bakteri tidak berlanjut pada saluran akar gigi, tidak adanya rasa sakit pada gigi yang dirawat dan akar dapat tertutup sempurna selama perawatan.
            Pemilihan kalsium hidroksida sebagai salah satu bahan dalam apeksogenesis karena adanya kemampuan bahan ini dalam membentuk jembatan dentin jika berkontak dengan pulpa, kemampuannya dalam jaringan keras gigi melalui proses mineralisasi, dan efek antimikrobanya yang dapat mencegah masuknya bakteri dalam rongga mulut ke pulpa sehingga keadaan vital pada pulpa selama perawatan dapat dicapai.


DAFTAR PUSTAKA
     1.   Hargreaves MK, eds. Pathway of The Pulp. Missouri: Mosby Elseviers, 2002: 864-     866.
     2. Walton RE. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia. Alih bahasa. Sumawinata N. Jakarta: EGC, 1998: 495-498.
  1. Budiyanti A. Perawatan Endodontik pada Anak. Jakarta: EGC, 2006: 50-55.
  2. Grossman LI. Ilmu Endodontik Dalam Praktek. Alih bahasa. Abyono R. Jakarta: EGC, 1995: 250-251.
  3. Barrington C. Apexogenesis in an  Incompletely Developed Permanent  Tooth with Pulpal Exposure. http://www.endoexperience.com. 10 Oktober 2012.
  4. Mohammadi Z, Dummer. Properties and applications of Calcium Hydroxide in Endodontics and Dental Traumatology. 11 Oktober 2012.
  5. American Academy of Pediatric Dentistry. Guideline on Pulp Therapy for Primary and Immature Permanent Teeth. http://www.angelofreireendodontia.com. 11 Oktober 2012.

Minggu, 13 Mei 2012

Dentosen FKG USU

Yapp bulan ini kampus gue ngadain acara porseni. nah pasti pada bingung kan dengarin istilah dentosen???
buat anak" yang ngak berada di kawasan FKG USU pasti penasaran banget..
DENTOSEN...??? 
nama dentosen itu merupakan istilah buat acara porseni kampus gue..
DENTOSEN itu.... DENtal Olahraga dan SENi ..
Tahun ini kampus gue ngadain acaranya mulai tanggal 28 April sampe 20 mei 2012 dan gue merupakan salah satu panitia yang ikut dalam acara ini :)
Acara porseni kali ini kampus gue ngadain event" yang sangat menarik, mulai dari ajang seni, ntah itu nari, festival band, fotografi sampe autocad dentist. Ada juga olahraga" nih, badminton, tenis meja, catur, volli, sampe tarik tambang pun di sediain m panitianya..

Acaranya asik banget, semua warga fkg usu boleh berpartisipasi..mulai dari mahasiswa, pegawai sampe dosen pun ikut gabung dalam acara ini...
Ada juga beberapa event yang bisa di ikutin sama kampus" lain, kayak festival band n fotografi..
yaaa bisa di bilang dengan adanya acara ini, kekeluargaan fkg bisa lebih kerasa...


nih ada beberapa foto" penting dalam acara dentosen....!!!


ini dia logo acara dentosen...


jadwal tiap" event nih...

 Nah kalo ini ni...khusus buat dentosen crew, opening ceremony..
dentosen crew... :)




Radent same as dentosen crew...




dentosen crew




dentosen crew divisi TT dan BADMIN




Radent..




Brosur acara...chess tournament
nah... masih banyak lagi nih projectnya...
tapi gue belum bisa report satu" karna acaranya masih berlangsung...
yang PENTING cintai kampusmu, partisipasi kita sangat berarti dalam tiap event kampus.....I LOVE FKG USU..

Rabu, 09 Mei 2012

Hubungan Periodontitis dan Diabetes Melitus


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
            Kelainan pada gigi dapat disebabkan pleh karies dan penyakit periodontal yang dalam proses infeksinya terjadi karena lingkungan bakteri rongga mulut. Adanya kondisi tersebut tidak diherankan jika ditemukan infeksi gigi piogenik, dmana penyebab utama infeksi adalah bakteri penghasil nanah dalam rongga mulut.1,2
Penyakit periodontal sering melibatkan sejumlah penyebab dan gejala-gejala yang kompleks. penelitian juga menyebutkan adanya hubungan antara diabetes Melitus dengan penyakit periodontal (Periodontitis).1,2
Penderita DM menunjukan resiko yang lebih tinggi untuk mengalami periodontitis. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena adanya perubahan pada pembuluh darah, gangguan fungsi neutrofil, sintesis kolagen, factor-faktor mikrobiotik, dan predisposisi genetic.2
Komplikasi kesehatan rongga mulut yang dilaporkan berhubungan dengan DM adalah kehilangan gigi, gingivitis, periodontitis, dan kelainan patologis jaringan lunak rongga mulut. Keluhan p[ada rongga mulut dapat timbul pada penderita DM yang belum terdeteksi, pasien DM yang belum terkontrol, atau pasien DM dengan perawatan yang tidak adekuat. Prevalensi dan keparahan komplikasi medis dan kesehatan rongga mulut tergantung pada tipe DM.1,3
Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu penyakit dengan karakteristik perubahan toleransi glukosa dan gangguan metabolisme lemak dan karbohidrat. Pada penderita DM ditemukan penurunan fungsi PMN, yang dapat menyebabkan penurunan resistensi host terhadap infeksi. 2,3
Pasien DM memiliki laju kehilangan gigi dan penyakit periodontal yang lebih tinggi daripada non diabetes dan lamanya menderita diabetes juga memperbesar kerusakan jaringan periodontal. Pasien Dm yang control metabolismenya tapi kesehatan atau kebersihan mulutnya baik, hanya mengalami kerusakan periodontal yang minimal.3
BAB II
PEMBAHASAN
Peridontitis yaitu hilangnya pelekatan ligament periodontal dan tulang pendukung gigi yang sering kali disertai dengan inflamasi pada jaringan ginggiva. Periodontitis umumnya disebabkan oleh plak, yaitu lapisantipis biofilm yang mengandung bakteri, dan sisa makanan. Lapisan ini melekat pada permukaan gigi dan berwarna putih atau putih kekuningan. Plak yang menyebabkan gingivitis dan periodontitis adalah plak yang tepat berada diatas garis gusi. Bakteri dan produknya dapat menyebar kebawah gusi sehingga terjadi proses peradangan dan terjadilah periodontitis.1,2,3
Tanda klinik dari penyakit periodontitis diantaranya:
  1. Inflamasi ginggiva
  1. Poket gusi
  1. Resesi ginggiva
  1. Mobilitas gigi
  1. halitosis
            Periodontitis dapat disebabkan oleh berbagai factor. Tetapi secara umum factor penyebab periodontitis dbagi dalam dua golongan, yaitu faktor local dan factor sistemik. Factor local yang menyebabkan periodontitis diantaranya factor disekitar gigi atau jaringan penyangga gigi yang dapat mem berikan rangsangan secara langsung pada jaringan penyangga gigi, termasuk didalamnya plak gigi dan bakteri, traumatik oklusi, kalkulus, dan titik kontak gigi. Dapat juga disebabkan oleh bernafas dengan mulut, kelainan lidah, trauma gigi dan iritasi kronis.1,3,4
Pada factor sistemik dilihat dari daya tahan jaringan terhadap serangan dari luar, tetapi dilain pihak factor sistemik dapat menurunkan daya tahan jaringan, antara lain diabetes, penyakit paratiroid, dan nutrisi tidak seimbang.2,5
Pada kasus diatas dapat kita lihat terdapat penyakit periodontitis didukung oleh factor sistemik diabetes mellitus. Keadaan periodontal yang sehat ataupun yang sakit tergantung dari infeksi diantara bakteri dan respon rongga mulut.1

MEKANISME DAN PATHOGENESIS PERIODONTITIS DAN DIABETES MELITUS
        DM manifestasi oralnya yaitu abses periodontal. DM berpengaruh aktif pada proses kerusakan jaringan di rongga mulut. Pada penderita DM pasti ada faktor iritasi lokal, dimana DM sebagai faktor predisposisi dan plak sebagai faktor lokal periodontitis. DM dapat mempercepat kerusakan jaringan periodontal dengan agen mikrobial, perubahan vaskuler pada penderita DM mengenai perubahan pembuluh darah besar dan kecil ( angiopati ) jaringan periodontal mengalami kekurangan suplai darah dan O2 kerusakan jaringan. 
        Kekurangan 02 bakteri anaerop tumbuh dengan cepat adanya infeksi anaerop yang menyebabkan pertahanan jaringan menurun hipoksia jaringan, dimana bakteri anaerop yang ada pada plak subginggiva berkembang jadi patogen sehingga terjadi infeksi jaringan periodontal. Pada penderita DM ginggivanya  turun sehingga gigi penderita DM tampak keluar dari soket, disebut juga food impaction (makanan masuk ke poket sehingga menjadi bau).1,2,3

PEMERIKSAAN PENUNJANG UNTUK PENYAKIT PERIODONTITIS DAN DIABETES MELITUS
      Untuk mendiagnosa apakah seseorang menderita penyakit periodontitis yang diikuti oleh penyakit diabetes mellitus, maka dapat dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang diantaranya :
perkusi : pukulan cepat pada gigi  dengan mengetuk pada permukaan gigi
palpasi : dengan perabaan, menekan gigi dan gusi yang sakit serta jaringan sekitar untuk mengetahui jaringan sekitar.
pemeriksaan mobilitas gigi : untuk menentukan gigi terikat kuat dengan tulang alveolar atau tidak.
mikrobiologi : menentukan bakteri yang menyebabkan penyakit.
pengukuran kedalaman poket : untuk diagnosis periodontal dan interpretasi dari inflamasi ginggiva dan pembengkakan.
Pemeriksaan darah : untuk diagnosa kadar gula darah (deteksi DM), diantaranya TTGO, darah puasa, post prandial, dan darah sewaktu
Pemeriksaan urine : untuk diagnosa kadar gula dalam urine guna melihat apakah seseorang menderita DM atau tidak, termasuk didalamnya test benedict, test rothera, test fehling dan kertas celup.3,4,5
PROSEDUR PEMERIKSAAN, TRANSPORTASI KLINIK DAN IDENTIFIKASI PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk kasus periodontitis dengan diagnosa DM, perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium, diantaranya:
1.      mikrobiologi 
Kultur, langkah-langkahnya :
       ambil spesimen dari bagian yang sakit dengan ose
       masukkan dalam tabung reaksi yg berisi medium cair, centrifuge agar homogen dan diamkan 2-5 jam pada suhu 37 derajat celcius.
       ambik kapas lidi steril dan masukkan dalam tabung reaksi, kemudian inokulasikan kepermukaan medium MHA secara merata.
       letakkan disk anti mikroba menggunakan pingset streril di atas permukaan media yang telah terinokulasi, kerjakan secara aseptif dalam savety cabinet dalam api bunsen.
      Untuk interpretasinya dapat dilihat dengan daerah inhibisi diukur dengan jangka sorong atau penggaris. Dapat dinyatakan :
      Sensitif
       Hampir resisten ( intermediet)
       resisten
1.      Patologi klinik
pengambilan darah vena, langkah kerjanya :
       sediakan alat punksi yang steril dan jarum yang sesuai
       sterilkan bagian lengan dengan alkohol 70 %, lengan atas di bendung dengan karet dan tangan dalam posisi hiperekstensi dan di kepal
       arahkan jarum dengan sudut 30-45 derajat, setelah sampai dibawah kulit arahkan jarum kebagian vena.
       hisap secara perlahan , lepaskan bendungan pada lengan atas sebelum mengeluarkan jarum suntik.
       tutup bekas suntikan dengan kapas.
2.      TTGO ( TES TOLERANSI GLUKOSA ORAL ), cara kerjanya yaitu:
·          tiga hari sebelum pemeriksaan pasien makan seperti biasa
·          kegiatan jasmani cukup
·          pasien puasa selama 10-12 jam
·          periksa kadar glukosa darah puasa
·          berikan glukosa 75 gram yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum dalam 5 menit
·          periksa kadar gula darah saat ½,1,2 jam setelah diberi glukosa
·          saat pemeriksaan pasien harus istirahat dan tidak boleh merokok
Untuk interpretasinya dapat dilihat pada table dibawah ini :

1.      Pemeriksaan Urin
a.        tes benedict, langkah kerja ;
      Masukkan 1-2 ml urin spesimen dalam tabung reaksi
       masukkan 1 ml regensia benedict kedalam urin tersebut lalu dikocok
       panaskan selama kurang lebih 2-3 menit
      Perhatikan jika ada perubahan warna
            Interpretasi :
§   0 : berwarna biru. Kadar glukosa < 0,2 gram/dl
§   +1 : warna hijau. Kadar glukosa 0,2- 0,5 gram/dl
§   +2 : warna orange. Kadar glukosa 0,5-1 gram/dl
§   +3 : warna orange tua. Kadar glukosa 1-2 gram/dl
§   +4 : warna merah bata atau merah pekat. Kadar glukosa >2 gram/dl
b.      tes rothera
·         masukkan 5ml urin kedalam tabung reaksi
·         masukkan 1 gram reagensia rothera dak kocok hingga larut
·         pegang tabung dalam keadaan miring
·         Masukkan  1-2 ml amonium hidroksida secara perlahan melalui dinding tabung
·         diamkan tabung dalam keadaan berdiri/ tegak selama 3 menit, baca hasilnya.
Untuk interpretasinya jika ada warna ungu kemerahan diantara kedua lapisan cairan menandakan adanya zat keton.4,5
CARA PENGIRIMAN SPESIMEN
      Untuk pengambilan specimen perlu diperhatikan beberapa hal:
Sebaiknya spesimen klinik untuk pemeriksaan mikrobiologi dikirim ke lab sesegera mungkin, kurang dari 1 jam.
Kalau diantisipasi akan ada keterlambatan maka gunakan medium transfer.
Dilengkapi dengan diagnosa klinis dan label serta surat permohonan pemeriksaan.
      Selain pemeriksaan penunjang, dapat juga dilakukan pemeriksaan objektif dan subjektif dari cirri-ciri yang terdapat dalam kasus tersebut.Pemeriksaan objektif merupakan pemeriksaan yang bisa di lihat dan diamati secara langsung serta dapat diukur dengan parameter-parameter tertentu, diantaranya:4,5
·          demam
·          lemas
·         Pipi bengkak
·          halitosis
·         Mobiliti
      pemeriksaan subjektif merupakan pemeriksaan yang tidak dapat di amati secara langsung sehingga keterangan harus diperoleh dari keterangan pasien. Meliputi :
·         palpasi pada pipi
·         gatal-gatal
·         Luka sulit sembuh
·         poliuria
PENATALAKSANAAN FARMAKOLOGI
      Amoxicillin, pada kasus mengalami resistensi, dimana terjadi kemungkinan, bakteri dapat mendegradasi enzim B laktamase, bakteri dapat merubah permeabilitas nya terhadap obat, perubahan tempat kerja obat pada mikroba, inaktif obat oleh mikroba, mikroba membentuk jalan pintas menghindari tahap yang dihambat oleh antimikroba. Kemungkinan terapi antibiotik lain yang bisa digunakan:5
Metformin, digunakan untuk mengobati DM dengan menjaga daya tahan tubuh.
Doksisiklin
Eritromisin
Brompekstrum
      Untuk peresepan obat hendaklah dokter mempertimbangkan obat yang sesuai dengan keperluan klinik, dosis yang sesuai dengan kebutuhan pasien, memperhatikan jangka waktu pemberian obat, dan biaya yang relative dapat dijangkau oleh pasien.4
KESIMPULAN
      Pada kasus diatas dapat disimpulkan bahwa pasien menderita periodontitis yang disertai dengan komplikasi DM, dimana terlihat dari etiologi dan gejala yang ditunjukan oleh pasien. Pemeriksaan penunjang dan diagnosis dilakukan dengan tujuan agar kita dapat mengetahui diagnose pasti dari penyakit yang diderita oleh pasien, dan menentukan terapi serta pengobatan apa yang sesuai dengan penyakit yang diderita pasien. 
     Untuk peresepan dan pengobatan pasien, seorang dokter hendaklah memperhatikan criteria yang rasional dan sesuai dengan peraturan yang berlaku, mengutamakan kesehatan dan keselamatan pasien. 
DAFTAR PUSTAKA
1.      Panjaitan M. Etiologi Karies Gigi dan Penyakit Periodontal. Medan: Universitas Sumatra Utara, 1995: 34-40.
2.      Erfina I. Perawatan Periodontitis yang Disertai Trauma Karena Oklusi. Jurnal of dent research 2004:9(2) : 110-4.
3.      Pratiwi R. Diabetes Melitus dan Penyakit Periodontal. Jurnal of dent research 2004: 9(2) :127-30.